Minggu, 02 Juli 2023

Urgensi Penerapan Hikmah Bagi Setiap Penggiat Dakwah

Urgensi Penerapan Hikmah Bagi Setiap Penggiat Dakwah


Artikel singkat ini,ditulis karena sering ditemukannya pemandangan yang kurang nyaman untuk dilihat dari sudut pandang  penyampaian ilmu agama yang sesuai dengan tuntunan syariat yang hakiki.Dan semoga dengan adanya artikel singkat ini,menjadi sedikit bekal yang dapat memberikan pencerahan atas izin Allah.Sehingga hikmah pun akan selalu membersamai dakwah sebagaimana mestinya. Artikel ini ditulis dengan metode pengamatan realita yang terjadi dilapangan dakwah,dan hasilnya seperti yang dipaparkan diawal abstrak ini.Sehingga penulis mengambil kesimpulan akan pentingnya ada himbauan dan sedikit arahan ilmiah untuk para penggiat dakwah agar dapat menyampaikan ilmu agama dengan hikmah.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama,bahwa sejatinya jiwa manusia ini senantiasa menyuruh dan mengajak kepada perbuatan yang kurang baik.Sebagaimana perkataan Nabi Yusuf alaihissalam dialquran dalam surah Yusuf ayat 53 yang Allah abadikan sebagai firman-Nya yang artinya”sesungguhnya jiwa itu banyak menyuruh kepada keburukan”.Dari sisi lain pun islam itu sendiri sudah asing  dikalangan manusia pada umumnya,sehingga butuh kebijaksanaan dalam penyampaiannya agar manusia dapat menerima ajarannya dengan hati yang lapang.

Jika berbicara tentang penyampaian ajaran islam dengan bijak,kita tidak perlu bingung dan repot dalam  mencari referensi untuk dijadikan rujukan atau siapa yang akan kita jadikan sebagai contoh dalam hal ini,karena Allah sudah mengutus rasul-Nya sebagai contoh yang baik bagi umatnya terutama dalam tata cara penyampaian ilmu kepada manusia.Dalam artikel singkat ini,penulis akan memaparkan beberapa contoh bijak dari nabi kita Muhammad صلى الله عليه و سلم  dalam menyampaikan agama yang mulia ini kepada umat manusia yang semoga bermanfaat pagi para pembaca sekalian.Berikut beberapa contoh tersebut:

1.Nabi صلى الله عليه و سلم   tidak terus-menerus memberi nasehat kepada para sahabatnya.

Diriwayatkan oleh imam bukhari rahimahullah dari sahabat ibnu masud radiyallahu anhu beliau berkata:Dahulu Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم   tidak memberikan nasehat kepada kami di beberapa hari tertentu untuk menghindari rasa bosan terhadap kami.

Berkata Alkhottobi mengomentari hadist tersebut:Maksud dari perkataan tersebut adalah bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم   dahulu sangat memperhatikan keadaan dalam menyampaikan ilmu dan nasehat kepada para sahabatnya,dan tidak memberikan ilmu dan nasehat kepada mereka setiap hari karena khawatir rasa bosan akan menimpa mereka,dan khawatir mereka tidak dapat menerima nasehat tersebut jika disampaikan secara terus-menerus tanpa jeda.

Alhafidz Ibnu Hajar juga mengomentari hadist tersebut dan berkata: Didalam hadist tersebut terkandung sifat kelembutan dari nabi صلى الله عليه و سلم   kepada para sahabatnya dan bagusnya komunikasi Nabi ketika mengajarkan dan memahamkan sahabatnya agar mereka mengambil ilmu dari Nabi dengan semangat bukan dengan rasa jenuh dan bosan,dan agar mereka dapat mengikuti Nabi terhadap apa yang disampaikan.Karena sesungguhnya,metode pengajaran dengan bertahap lebih ringan bebannya dan lebih tepat terhadap keteguhan seseorang daripada mengambilnya dengan cara membanting tulang dan melampaui batasannya.

2.Pendeknya khutbah Nabi صلى الله عليه و سلم  .

Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم  tidak pernah memanjangkan khutbahnya,bahkan khutbah beliau singkat.Imam Muslim rahimahullah telah meriwayatkan dari sahabat Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu beliau berkata: Aku pernah salat bersama Rasulullah صلى الله عليه و سلم  maka salat beliau itu singkat dan khutbah beliau juga singkat.

Maksud dari singkatnya khutbah beliau adalah yang seperti dikatakan oleh AlMallai Alqorii yaitu pertengahan diantara terlalu berlebihan dan terlalu kekurangan dari sisi panjang dan pendek.

Maka dari itu,kesimpulan yang dapat kita petik dari dua contoh bijak tersebut yang berasal dari Nabi kita Muhammad صلى الله عليه و سلم  adalah,agar seseorang senantiasa bersikap hikmah dalam menyampaikan ilmu kepada manusia seacara umum.Karena Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم  sangat memperhatikan keadaan umatnya dalam menyampaikan syariat agama islam ini.Dan beliau adalah contoh terbaik bagi umat manusia ini,maka sudah sepantasnya bagi siapapun yang ingin mencari sosok figur dalam menyampaikan ilmu,agar menjadikan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم   sebagai figur tersebut,karena tidak ada manusia digenerasi ini yang lebih baik dari Nabi kita Muhammad صلى الله عليه و سلم  .Untuk menambah wawasan tentang tata cara berdakwah dengan bijak yang sesuai dengan tuntunan Nabi صلى الله عليه و سلم ,silakan merujuk kepada kitab fikih dakwah karangan syekh doktor Fadhlu Ilahi dengan judul”Min Sifati Addaiyah Muroatu Ahwalil Mukhotobin Fi Dhauil Kitabi Was Sunnah Wa Sayyidis Sholihin. 


Nama:Akmal Mubaraq (2021.03.1911)

Prodi: Hukum Keluarga Islam STDI Imam Syafii Jember.

Rabu, 28 Juni 2023

Tujuan Syariat

Tujuan Syariat


Apakah kita pernah bertanya, adakah maksud dan tujuan dari terciptanya alam semesta dan seisinya ini? Sebagian kita mungkin pernah memikirkan hal tersebut, namun tak sedikit pula yang acuh, yang terpenting baginya mungkin adalah bangun di pagi hari, mandi, menyantap sarapan, dan seterusnya menjalani rutinitas yang memang dilakukan terus menerus sepanjang hayat.


Menariknya, otak disebut sebagai satu – satunya organ tubuh yang mencoba menjelaskan tentang dirinya sendiri. Facundo Manes dalam wawancaranya bersama BBC (2021). Jika otak, sebagai salah satu organ dari tubuh manusia berusaha untuk mencari tahu tentang dirinya, lalu bagaimana dengan manusia yang merupakan individu dengan kesadaran dan kecerdasan sebagai satu kesatuan yang utuh, merasa biasa – biasa saja tanpa bertanya tentang definisi ataupun tujuan dari eksistensi alam semesta yang terpampang jelas di depan matanya. Sangat aneh bukan?.


Oleh karena itu banyak dari kalangan ilmuwan yang berusaha untuk mencari tahu asal usul dari penciptaan alam semesta ini. Karena pada hakikatnya, kita sebagai manusia yang dibekali akal dan pikiran pasti memiliki pertanyaan – pertanyaan mendasar baik dalam definisi maupun sebab akibat dari adanya realitas yang kita rasakan setiap harinya.


Maka para ilmuwan, mereka menggunakan akal dan kecerdasannya untuk meneliti, mengamati, mempelajari, dan menyimpulkan semua teori yang mereka kemukakan. Sebagai contoh, dalam masalah teori penciptaan, ada banyak perselisihan di antara para ilmuwan. Lima di antaranya adalah Teori Big Bang (Alexandra Friedman 1922), Teori Keadaan Tetap (Fred Hoyle, Thomas Gold, dan Herman Bondi 1948), Teori Mengembang dan Memampat (Fred Hoyle), Teori Alam Semesta Kuantum (William Lane Craig 1966), Teori Berayun (lanjutan dari Teori Big Bang). Muhammad, Mengenal 5 Teori Terbentuknya Alam Semesta, gramedia.com (2021).


Sangat disanyangkan, dengan tingkat intelektual yang begitu tinggi, teori – teori tersebut hanya menjelaskan asal usul penciptaan alam semesta saja tanpa mampu menjelaskan tujuan dari terciptanya alam semesta dan kehidupan ini. Artinya mereka hanya berpikir sebatas teknis bagaimana mekasnime alam ini bekerja. Berbeda dengan para ulama kita yang berpikir jauh kepada tujuan dari eksistensi kehidupan itu sendiri. Tentunya para ulama berijtihad menggunakan dalil baik aqli maupun naqli dengan pemahaman yang benar. Dan berkat merekalah kita bisa belajar tentang makna kehidupan yang sesuhungguhnya dengan mudah dan ringkas.


Ketika para ulama ditanya tentang apa tujuan kita diciptakan, maka jawabannya adalah untuk beribadah kepada Sang Pencipta Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Adzariyat ayat 56 [وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ] yang artinya “tidaklah Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk beribadah”. Dikutip dari tafsir Ath Thobari, bahwa telah berselisih para ahli tafsir dalam ayat ini, dan Sebagian mereka berkata: makna dari ayat tersebut adalah “tidaklah aku ciptakan orang – orang yang berbahagia dari kalangan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku, dan orang- orang yang tidak berbahagia di antara mereka adalah karena bermaksiat kepadaku”. quran.ksu.edu.sa.


Setelah kita mengetahui tujuan sesunggunhnya dari penciptaan alam semesta dan kehidupan ini ialah untuk beribadah kepada-Nya, kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’la menurunkan syari’at atau aturan kepada hamba – hamba-Nya. Sama halnya seperti penciptaan alam sesmesta beserta isinya yang memiliki tujuan, tentu diturunkannya syari’at ini pastilah memiliki tujuan. mari kita mencari tahu tentang tujuan dari syari’at yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala turunkan ini.


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa diturunkannya syari’at ini atau dalam kata lain dibentuk nya syari’at ini tidak lain adalah untuk sebuah tujuan. Dalam sebuah kitab karya Syekh  Abdul Aziz Bin Abdirrahman Bin Ali Bin Robi’ah disebutkan bahwa tujuan dari sang pembuat syari’at – Allah Subhanahu Wa Ta’ala – adalah pertimbangan-Nya dalam pembentukan syari’at ini, baik secara umum maupun secara khusus yaitu untuk maslahat atau kebaikan bagi hamba – hamba-Nya dengan cara mendatangkan manfaat bagi mereka ataupun melindungi mereka dari kerusakan. Abdul Aziz Bin Abdirrahman Bin Ali Bin Robi’ah Ilmu Maqoshidis Syari’ (2002:21).


Kutipan di atas adalah salah satu pengertia dari istilah “Maqoshidus Syari’” atau dalam Bahasa Indonesia disebut “Tujuan – Tujuan Sang Pembentuk Syari’at”. Kemudian beliau menambahkan beberapa penjelasan dari pengertian tersebut. Dalam kalimat “pertimbangan-Nya dalam pembentukan syari’at ini” menunjukkan bahwa hukum – hukum yang dibuat Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki alasan. Dan semua yang tersusun di dalam hukum – hukum tersebut adalah kebaikan dan perlindungan dari kerusakan. Kemudian di dalam kalimat “secara umum maupun secara khusus” adalah untuk mencakup pengertian dari tujuan – tujuan yang umum dan tujuan – tujuan yang khusus. Dan yang terakhir yaitu “untuk maslahat atau kebaikan bagi hamba – hamba-Nya” maksudnya adalah apa yang tersusun di dalam pembentukan sebuah hukum dari hukum – hukum syari’at bertujuan mendatangkan manfaat dan melindungi dari kerusakan. Abdul Aziz Bin Abdirrahman Bin Ali Bin Robi’ah Ilmu Maqoshidis Syari’ (2002:21-22).


 Sekarang kita akan masuk ke pembahasan kita yaitu maqoshidus syari’ah atau tujuan – tujuan syari’at. Sedikit menambahkan, ketika kita menyebut tujuan syari’at maka hal tersebut tidaklah terlepas dari tujuan Sang Pembentuk syari’at tersebut yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sesungguhnya tujuan syari’at kepada ciptaan (Jin dan Manusia) ada lima, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta mereka. Maka semua yang bisa menjaga lima dasar itu disebut maslahat. Dan semua yang berpotensi melenyapkan lima dasar itu disebut mafsadah. Lalu semua yang mencegah dari mafsadah tersebut adalah termasuk ke dalam maslahat. Al-Ghozali, Al-Mustashfa (1993:174).


Kemudian Abu Abdillah Al-Azroq, menambahkan di dalam Badai’ As-Suluk Fi Thobai’il Malik (194/1-195) tentang sebab perhatian syari’at kepada lima dasar tersebut, yaitu karena agama dan dunia itu dibangun di atas lima dasar tersebut. Dalam artian jika hilang agama tidak ada ganjaran atau hukuman, jika jiwa atau manusia itu sendiri yang hilang maka tidak ada lagi orang yang akan memeluk agama, jika akal itu hilang maka terangkatlah beban syari’at sebagaimana hewan, dan jika harta itu hilang maka akan lenyap pula kehidupan.


 Berkata As-Syathibi bahwa kelima dasar tersebut dapat dipertimbangkan dari dua sisi. Yaitu sisi menjaga eksistensinya, kemudian sisi menjaganya dari kebinasaan. Maka pembahasan tentang kelima dasar tadi akan berputar dalam dua sisi tersebut.


Dasar yang pertama yaitu agama. Dari sisi menjaga eksistensi agama, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ } [آل عمران: 85]. Yang artinya: "Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-Imran: 85). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan “Dan barang siapa yang mencari agama selain agama islam yang itu merupakan kepasrahan kepada Allah dengan tauhid dan melaksanakan dengan ketaatan dan ibadah, dan kepada rosul Nya nabi yang menjadi penutup, Muhammad dengan beriman kepadanya dan mengikutinya serta mencintainya secara lahir maupun batin, maka tidak akan diterima darinya hal tersebut, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi yang menghinakan diri mereka oleh perbuata-perbuatan mereka sendiri.”.


 kemudian sisi menjaga agama dari kerusakan atau kepunahan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman { وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا}[النساء: 36] yang artinya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun." (QS. An-Nisa: 36). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan “Dan beribadahlah kepada Allah dan patuhlah kepadaNYa semata, dan janganlah kalian mengadakan bagiNYa sekutu dalam rububiyyah dan peribadahan.”


Dari dua sisi tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan syari’at menjaga dasar yang pertama yaitu agama tidak lain adalah agar agama Allah ini tetap ada dan terjaga dari hal – hal yang merusaknya seperti perbuatan syirik dan lain sebagainya. Dari sisi menjaga eksistensi agama, Allah menerangkan bahwa hanya agama Islam lah yang diterima di sisi-Nya. Mengindikasikan kepada manusia agar tidak mencari kebenaran di dalam agama yang lain, karena kebenaran hanya ada di dalam Islam. Kemudia dari sisi penjagaan agama dari kerusakan atau kebinasaan, Allah telah melarang hambanya untuk berbuat syirik atau menyekutukan Allah dengan siapapun atau apapun. Karena perbuatan syirik adalah perbuatan yang merusak agama.


Dasar yang kedua adalah jiwa yaitu manusia itu sendiri. Dari sisi menjaga eksistensi manusia di bumi ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman {إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةَ وَٱلْدَّمَ وَلَحْمَ ٱلْخنْزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} yang artinya: "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 115). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atas kalian bangkai binatang darah yang mengalir dari hewan sembelihan ketika disembelih, daging babi, dan binatang yang disembelih untuk selain Allah. Akan tetapi orang yang terjepit oleh keadaan darurat akibat raasa takut terhadap kematian sehingga terpaksa memakan sesuatu dari hal-hal yang diharamkan ini, sedang ia tidak berbuat kezhaliman, dan tidak berbuat melampaui batas kriteria keadaan darurat, maka sesunggguhnya Allah maha pengampun baginya lagi maha penyayang terhadapnya, tidak menghukumnya atas perbuatan yang ia lakukan itu.”


 Dari sisi menjaga jiwa atau manusia dari kerusakan atau kebinasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman { وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا } [النساء: 29] yang artinya: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa: 29). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan: “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNYA serta melaksanakan syariatNYA, tidak halal bagi kalian untuk memakan harta sebagian kalian kepada sebagian yang lainnya tanpa didasari Haq, kecuali telah sejalan dengan syariat dan pengahasilan yang dihalalkan yang bertolak dari adanya saling rido dari kalian. Dan janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang lain,akibatnya kalian akan membinasakan diri kalian dengan melanggar larangan-larangan Allah dan maksiat-maksiat kepadaNYA. Sesungguhnya Allah Maha penyayang kepada kalian dalam setiap perkara yang Allah memerintahkan kalian untuk mengerjakannya dan perkara yang Allah melarang kalian melakukanya.”


Maka dari dua sisi tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan syari’at dalam menjaga eksitensi manusia itu sendiri adalah agar manusia tetap hidup atau eksis di muka bumi ini dan terjaga dari hal – hal yang bisa menyebabkan kepunahan atau kebinasaan bagi umat manusia seperti bunuh diri dan sebagainya. Dari sisi penjagaan eksistensi manusia, Allah telah melarang kita untuk untuk memakan makanan yang tidak baik untuk kita, akan tetapi Allah tetap mengizinkan kita untuk memakan makanan tersebut dalam kondisi tertentu seperti dalam keadaan darurat yang mengharuskan kita untuk memakan makanan tersebut. Menunjukkan penjagaan-Nya terhadap manusia agar mereka tetap eksis di dunia ini. Sementara dari sisi penjagaan manusia dari kerusakan atau kebinasaannya, Allah telah melarang kita untuk membunuh diri kita sendiri. Menunjukkan penjagaan-Nya terhadap manusia agar mereka tidak terjatuh kepada kebinasaan.


Kita lanjutkan ke dasar yang ketiga yaitu akal. Dari sisi menjaga eksistensi akal, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ) (المجادلة: 11).   Yang artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat. (Al-Mujadalah: 11). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan: “[…]Allah akan meninggikan kedudukan orang-orang beriman yang ikhlas di antara kalian. Allah meninggikan derajat ahli ilmu dengan derajat-derajat yang banyak dalam pahala dan derajat meraih keridhaan. Allah Mahateliti terhadap amal-amal kalian, tidak ada sesuatu yang samar bagiNya, dan Dia akan membalas kalian atasnya.”


Sedangkan sisi menjaga akal dari kerusakan atau kebinasaan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengharamkan khamr atau segala sesuatu yang menyebabkan hilangnya akal. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


{إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيْطَـٰنُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ ٱلْعَدَاوَةَ وَٱلْبَغْضَاء فِى ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُّنتَهُونَ} [المائدة:91]. Yang artinya: Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu. (Al-Maidah:91). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan: “Sesungguhnya setan hanyalah menghendaki melalai memperindah perbuatan-perbuatan dosa bagi kalian itu untuk melontarkan di tengah kalian perkara-perkara yang menyebabkan permusuhan dan kebencian, disebabkan meminum khamar dan bermain judi, dan ia hendak memalingkan kalian dari mengingat Allah dan shalat dengan hilangnya akal sehat saat meminum khamar dan sibuk dalam kesia-siaan dalam permainan judi. Maka berhentilah kalian darinya.”


Kita dapati di sini bahwa tujuan syari’at dalam penjagaannya terhadap akal adalah memastikan akal tersebut tetap terjaga baik secara eksistensinya maupun terjaga dari hal – hal yang merusak akal bahkan membinasakannya. Dari sisi eksistensinya Allah memberikan keutamaan bagi siapa saja yang menimba ilmu dengan benar dan Ikhlas. Secara tidak langsung Allah memberikan motivasi agar manusia semangat untuk menimba ilmu. Sementara dari sisi penjagaan akal dari kerusakan atau kebinasaan, Allah telah mengharamkan khamr yaitu minuman atau apapun yang dapat merusak akal manusia. Karena akal adalah modal utama manusia untuk dapat menerima syari’at ini.


            Pada dasar yang ke empat yaitu keturunan, daari sisi penjagan syari’at terhadap eksitensi keturunan manusia, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman {وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا}[النساء: 3]. Yang artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (An-Nisa:3). ). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan: “Dan jika kalian khawatir tidak bisa berbuat adil dalam memperlakukan anak-anak yatim perempuan yang berada di bawah tanggung jawab kalian, dengan tidak memberikan kepada mereka mahar-mahar mereka seperti wanita lainnya, maka tinggalkanlah mereka dan nikahi wanita-wanita yang kalian sukai sealin mereka, dua, tiga, atau empat. Lalu apabila kalian khawatir tidak dapat berbuat adil di antara mereka, maka cukuplah kalian dengan satu saja, atau dengan budak-budak perempuan yang kalian miliki. Hal itulah yang telah Aku syariatkan bagi kalian terkait anak-anak yatim perempuan dan menikahi seorang wanita sampai empat, atau cukup menikahi seorang perempuan saja ata hambasahaya perempuan yang kalian miliki, itu adalah lebih dekat untuk tidak berbuat curang dan melampaui batas.”


            Sedangkan dari sisi penjagaan syari’at terhadap keturunan dari kerusakan atau kebinasaan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman ﴿ وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا ﴾ [الإسراء: 32].  Yang artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan: “Sesungguhnya zina itu benar-benar amat buruk, dan seburuk-buruk tindakan adalah perzinaan.”


            Dari dua sisi tersebut kita dapati bahwa syari’at ini menaruh perhatian dalam menjaga agar keturunan manusia tetap ada di muka bumi ini. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menghendaki hamba – hamba-Nya untuk menikah, tidak lain agar mereka meneruskan keturunan atau generasinya. Sedangkan dari sisi penjagaan syari’at terhadap kerusakan atau kepunahan keturunan manusia. Syari’at ini telah melarang kita untuk mendekati zina, karena pada hakikatnya perzinahan itu memutus keturunan. Seorang laki – laki yang menzinahi seorang perempuan, maka Ketika sang perempuan tersebut melahirkan anaknya, ia tidak dianggap sebagai ayah dari anak tersebut secara agama. Dan ini menunjukkan bahwa perzinahan itu memutus keturunan.

Masuk kepada dasar yang terakhir yaitu dasar yang ke lima, harta. Dari sisi penjagaan syari’at terhadap eksistensi harta, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman {وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ}. Yang artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”. Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan:  “Dan carilah pahala negeri akhirat pada apa yang Allah berikan kepadamu berupa harta benda, dengan mengamalkan ketaatan kepada Allah melalui harta itu di dunia ini. Dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari dunia dengan jalan bersenang-senang di dunia ini dengan hal-hal yang halal, tanpa berlebihan. Dan berbuat baiklah kepada orang-orang dengan memberikan sedekah, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dengan (memberikan) harta yang banyak. Dan janganlah kamu mencari apa yang diharamkan oleh Allah berupa tindakan berbuat kerusakan di muka bumi dan penganiayaan terhadap kaummu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan dan Dia akan membalas mereka atas amal perbuatan buruk mereka.”


Dari sisi penjagaan syari’at terhadap harta manusia agar tidak terjatuh kepada kebinasaan dan kerusakan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: {وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ}. Yang artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah:188). Dalam Tafsir Al-Muyassar / Kementrian Agama Saudi Arabia dikatakan:  “sumpah dusta, ghosob, mencuri, suap, riba, dan lain sebagainya. Dan janganlah pula kalian menyampaikan kepada penguasa penguasa berupa alasan-alasan batil untuk tujuan dapat memakan harta milik segolongan manusia dengan cara batil, Sedang kalian tahu haramnya hal itu bagi kalian.”


Jika kita cermati dua sisi di atas, maka syari’at telah menjaga harta manusia agar tetap eksis yaitu dengan perintah agar manusia tidak melupakan bagiannya di dunia, yang salah satunya adalah harta. Maka secara tidak langsung syari’at ini telah memerintahkan manusi untuk mencari harta di dunia ini. Sedangkan dari sisi penjagaan syari’at terhadap harta manusia agar tidak jatuh kepada kebinasaan adalah dengan larangan memakan harta orang lain dengan dengan cara yang zalim.


Akhirnya kita sampai kepada kesimpulan. Setelah kita menyelami dalil – dalil tentang tujuan syari’at ini, ternyata hampir semua tujuan – tujuan dari syari’at ini mengarah kepada kemaslahatan atau kebaikan manusia itu sendiri. Baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Maka sudah sepatutnya kita sebagai manusia yang diberikan akal, berpikir lebih jauh lagi dalam mangatur langkah – langkah yang mengantarkannya kepada kebahagiaan di dunia maupun akhirat kelak.

Senin, 26 Juni 2023

Aturan-aturan dan Batasan-batasan Bercanda dalam Agama Islam

Aturan-aturan dan Batasan-batasan Bercanda dalam Agama Islam


Dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari, kita semua pasti memiliki dan mengalami yang namanya kejenuhan, ketegangan dan kebosanan. Hal ini memang sudah menjadi sunnatullah(ketetapan Allah) pada makhluq-Nya, lalu kita semua sebagai makhluq Allah pun berusaha untuk menghilangkan hal-hal tersebut dan berusaha mencairkan suasana dengan melakukan kegiatan yang disebut dengan bercanda atau bergurau. Semua orang, siapapun kalangannya, apapun jabatan dan kedudukannya dan berapapun usianya pasti dalam kesehariannya membutuhkan yang namanya bercanda atau bergurau, entah itu dengan keluarganya, temannya, atau bahkan dengan orang yang baru dikenal.


Namun Sayangnya, beberapa tahun belakangan ini banyak para komedian yang mereka bercanda dan bergurau dengan membawakan agama sebagai bahan candaan mereka, seakan mereka kekurangan bahan dan materi untuk bercanda dan bergurau. Contohnya mereka memplesetkan ayat-ayat Al-quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad, mereka juga memberikan ejekan dan sindiran buruk terhadap syariat islam dan juga kepada orang-orang yang mengamalkannya, serta mereka juga membuat gambar dan poster ataupun gerakan yang tak pantas untuk merendahkan dan menjelekkan agama islam.


Maka oleh karena itu, kita perlu mengetahui apakah perbuatan dan tindakan yang mereka lakukan itu tidak masalah dan dibenarkan oleh agama islam? atau justru malah sebaliknya, tindakan mereka bermasalah dan agama islam sangat melarang keras apa yang mereka lakukan.? terlebih di zaman ini kemajuan dan perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi ( TIK ) sangat cepat dan signifikan yang ini berdampak akan cepatnya penyebaran tindakan dan perbuatan para komedian yang membawakan agama sebagai bahan candaan dan dan gurauan mereka. Agar kaum muslimin tidak terpangaruh dan terpapar akan masalah ini maka perlu untuk membendung dan meluruskan apa dilakukan oleh para komedian tersebut, salah satu caranya adalah dengan cara memberikan edukasi yang benar ketika bercanda dan bergurau yang sesuai aturan dan ajaran islam melalui tulisan.


Ketahuilah kita sebagai Umat Islam memiliki suri tauladan dan panutan yang mulia yaitu Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimanana disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Ahzab:21

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ 

Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. 

Sungguh Nabi Muhammad ﷺ telah mengajarkan kepada kita Umatnya berbagai macam hal, baik yang sifatnya besar maupun yang sifatnya kecil dan salah satu yang beliau ajarkan kepada kita semua adalah tentang aturan dan batasan Ketika bercanda. karna Beliau pun juga bercanda baik kepada keluarga, maupun kepada para Sahabat nya.

Bercanda didalam agama islam tidak terlarang, namun Ketika kita bercanda atau bergurau  maka kita harus mengetahui aturan dan Batasan batasannya. diantara aturan dan Batasan bercanda yaitu:


1.Tidak diperbolehkan bercanda dengan menghina dan mengolok-olok agama. baik ayat-ayat Al-quran, hadits-hadits maupun syariat serta pahala dan balasan.

Hal tersebut dikarenakan menyebabkan pelakunya keluar dari agama islam tanpa disadari baik sengaja maupun tidak sengaja dan itu juga termasuk perbuatan orang-orang munafiq. Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan:

الاستهزاء بالله وآياته ورسوله كفر يكفر به صاحبه بعد إيمانه

Artinya:”Menghina dan mengolok-olok Allah, ayat-ayat, dan Rasul-Nya adalah perbuatan kufur yang menjadikan pelakunya kafir setelah keimanannya.

 

Allah ta’ala berfirman dalam surat At-Taubah:65-66 

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ – لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ 

Artinya: “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?(65) Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa.”(66). 

Dan sejak dahulu kala sampai hari ini banyak sekali orang-orang yang bercanda dan bergurau dengan menghina dan mengolok-olok agama seakan mereka kehabisan bahan materi untuk bercanda. laa haula wa la quwwata illa billah. Bentuk dan contoh nya sangat banyak sekali, diantaranya:

   -dengan memplesetkan ayat-ayat Al-quran dan Hadits-hadits Nabi ﷺ.

   - dengan ejekan dan sindiran terhadap syi’ar-syi’ar agama dan orang-orang yang mengamalkannya.

   -dengan sindiran terhadap Islam dan hukum-hukumnya.

   -dengan perbuatan dan bahasa tubuh atau gambar. 

Kalau hal ini dilakukan oleh orang-orang kafir dan liberal maka ini memang perbuatan mereka namun yang disayangkan perbuatan ini dilakukan oleh seorang yang mengaku beragama islam. Nasalullahas salamata wal ‘aafiyyah.


2.Materi atau bahan candaan dan gurauan tidak boleh mengandung kedustaan dan hoax.

Betapa banyak orang-orang yang menghiasi dan membumbui candaan dan gurauannya dengan kedustaan dan kepalsuan agar terdegar dan terlihat menarik dan menggiurkan para penyimaknya. Padahal hal ini sungguh telah diancam dan diperingatkan oleh Nabi Muhammad ﷺ didalam hadits yang hasan Riwayat Abu dawud dan Tirmidzi:

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ؛ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ

Artinya:”Sungguh celaka bagi seorang yang berbicara(bercanda) lalu ia berdusta agar Manusia tertawa, celaka ia, celaka ia. (Hasan,Riwayat Abu dawud dan Tirmdzi). 

Perhatikanlah kaum Muslimin Beliau menyebutkan kecelakaan sampai 3x ini menunjukkan kepada kita semua Betapa bahaya nya berdusta dalam bercanda dan bergurau. Dan Nabi Muhammad ﷺ Ketika bercanda sama sekali tidak pernah pernah keluar dari mulut beliau kedustaan.


3.Tidak diperbolehkan menakut-nakuti dan mengagetkan seseorang Ketika bercanda.

Diantara bentuk contohnya adalah ia mengambil barang-barang penting seseorang yang menyebabkan pemiliknya panik dan khawatir, ia mengagetkan saudaranya Ketika sedang istirahat, seperti juga yang dikenal dengan istilah prank dan contoh-contoh yang lainnya yang begitu banyak. Dan perbuatan ini telah dilarang oleh Rasulullah ﷺ didalam kisah yang sebutkan oleh Imam Abu Laila Ia berkata:”telah menceritakan kepada kami para Sahabat Nabi ﷺ bahwa mereka pernah melakukan perjalanan Bersama Nabi ﷺ dan diantara mereka ada yang tidur lalu Sebagian mereka mengambil tali cambuknya lalu disembunyikan, akhirnya Sahabat yang tidur tersebut  ia pun kaget dan takut lalu Nabi ﷺ pun mengingatkan mereka dengan sabda-Nya:

 لا يحل لمسلم أن يروع مسلماً 

Artinya:”Tidak halal bagi seorang Muslim menakuti Muslim yang lainnya”(Riwayat Abu Dawud).


4.Ketika bercanda dan bergurau tidak boleh melecehkan, merendahkan dan mencaci-maki saudaranya ataupun diri sendiri.

Manusia Allah ciptakan mereka dengan berbagai macam bentuk rupa, sifat, dan kepribadian dan juga Allah membedakan mereka didalam memberikan kelebihan pada masing-masing manusia, hal itu tidak menjadikan kita boleh seenaknya merendahkan, melecehkan, dan mencaci maki kekurangan yang ada pada saudara kita bahkan pada diri kita terlebih Ketika bercanda dan bergurau. Allah telah melarang hal ini didalam surat Al-Hujurat:11

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

 Dan juga disebutkan dalam Hadits bahwa orang yang mengakatakan keburukan untuk saudanya maka ia pun akan ditimpa keburukannya tersebut serta dapat menimbulkan rasa permusuhan dan kebencian pada saudaranya.


5.Tidak boleh berlebih-lebihan Ketika bercanda dan bergurau.

Nabi Muhammad ﷺ beliau adalah seorang yang selalu memiliki sikap adil dan pertengahan didalam segala hal bahkan Ketika bercanda dan bergurau pun Beliau seorang yang pertengahan dan tidak berlebih-lebihan, beliau tidak tenggelam dan terbuai dalam tawa dan kesenangannya bahkan Ketika tertawa pun Beliau tidak sampai terbahak-bahak tapi beliau hanya tersenyum yang itu membuat gigi Beliau terlihat. Namun fenomena yang amat miris dan disayangkan yaitu kita mendapati adanya acara-acara yang didalamnya terdapat lawakan, dan gurauan yang sangat berlebihan. baik di televisi, media social dan di tempat lainnya. Ingatlah bahwa perbuatan ini akan mengakibatkan berbagai macam kerusakan dan keburukan.


6.Materi serta isi candaan dan gurauan tidak boleh mengandung gunjingan dan adu domba terhadap saudaranya.

Ancaman dari perbuatan ini sangat keras dan mengerikan yaitu akan dimasukkan kedalam Neraka Allah yang dipenuhi dengan segala macam siksaan dan hukuman. Dan larangan dalam hal ini telah disebutkan didalam surat Al-Hujurat:12 dan didalam hadits Nabi Muhammad ﷺ.


7.Memilih waktu dan kondisi yang pas dan tepat untuk bercanda dan bergurau.

Jangan sampai bercanda dan bergurau tidak pada tempat dan waktunya karna hal ini akan berakibat buruk untuk dirinya dan juga orang lain. Seperti contohnya bercanda Ketika berada dihadapan penguasa, Ketika berada dihadapan hakim, Ketika di majlis ilmu dan yang lainnya. Namun jika bercanda pada saat dan momen yang pas maka akan menimbulkan keakraban, kecintaan dan kerinduan pada saudaranya. Seperti sedang berlibur, bertamu dan yang lainnya.


8.Meluruskan tujuan Ketika bercanda.

  Yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan dan mencairkan suasana dengan canda yang dibolehkan dan sesuai aturan dan batasannya. Sehingga kita bisa memperoleh gairah dan semangat baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.

Ternyata sikap berlebihan Ketika bercanda dan bergurau memiliki beberapa kerusakan dan pengaruh yang buruk pada jasad dan hati pelakunya serta kepada orang lain. diantara kerusakan dan pengaruhnya yaitu:

 1.banyak tertawa akan mematikan hati seseorang sehingga hatinya akan dipenuhi dengan kesempitan dan kesengsaraan  di dunia maupun di akhirat.

 2. banyak tertawa akan menyebabkan pelakunya banyak kelalaian. Dan terus menerus dalam kelalaian merupakan sifat orang-orang kafir.

 3.terkadang banyak bercanda akan menghilangkan kewibawaan dan karismatik sesorang.

 4.terkadang banyak bercanda akan menimbulkan kedengkian dan permusuhan.

 5.banyak bercanda akan menyeret pelakunya untuk melakukan perkara yang haram dan melanggar Batasan-batasan Allah.

 6.banyak bercanda akan mengantarkan pelakunya untuk berbuat bahaya pada dirinya dan orang lain.


maka dari pemaparan edukasi di atas kita bisa mengetahui letak kesalahan dan kekeliruan ketika seseorang bercanda. Dan kita bisa menjauhkan diri dan keluarga kita dari tindakan tersebut. Dan dengan edukasi tersebut kita bisa menerapkan langkah dan cara yang benar sesuai panduan agama islam ketika kita bercanda dan bergurau.


BAARAKALLAH FIIKUM 


Oleh :Bayu Rizky Fachri Zain 

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam

STDI IMAM SYAFI’I JEMBER 


Jumat, 23 Juni 2023

Ateisme

Ateisme


Kita hidup di era yang dimana teknologi informasi berkembang pesat dan munculnya media sosial sangat mempercepat penyebaran informasi. Maka banyak sekali pemikiran-pemikiran dari luar yang masuk ke indonesia melalui teknologi informasi tersebut. Dan sebagian dari pemikiran tersebut ada yang baik ada pula yang buruk. Diantara pemikiran yang buruk tersebut adalah ateisme. Maka sudah seharusnya kita mengambil tindakan agar pemikiran tersebut tidak terus menyebar luas, dan diantara cara mencegah pemikiran tersebut adalah dengan cara tulisan, maka tulisan yang singkat ini semoga bisa menjadi tameng seseorang ketika dia sedang menyelami media sosial media agar tidak terpapar pemikiran-pemikiran rusak yang berasal dari luar. Apalagi negara kita yaitu Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama, maka ini sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap orang terutama orang tua dimana mereka harus menjaga dirinya dan juga harus selalu mengkontrol anak-anak mereka agar tidak terpapar pemikiran tersebut. 

Maka sekarang timbul pertanyaan, apa yang dimaksud ateisme, apa keyakinan mereka dan bagaimana cara membantah pemikiran tersebut? 


Ateisme adalah kepercayaan bahwa tidak adanya keberadaan Tuhan. Dan perlu diketahui pemikiran ateisme ini sudah ada sejak beberapa abad tetapi dengan berkembangnya teknologi informasi maka pemikiran ini sangat cepat penyebarannya. Dan pemikiran ini pun mulai banyak tersebar di Indonesia dan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun, dan diantara sebab tersebarnya pemikiran ini adalah peningkatan sekularisasi yang dianut beberapa negara sebagaimana terjadi di iran dan lebanon. Berdasarkan survei Iranian's Attitudes Toward Religion pada 2020, sekitar 47 persen beralih dari beragama menjadi tidak beragama. 

Dan diantara pemahaman kaum ateis adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Baron d'Holbach Pada tahun 1772 mengatakan bahwa "Semua anak-anak dilahirkan sebagai ateis, karena mereka tidak tahu akan Tuhan." 


Maka kita bisa membantah pemikiran diatas dari beberapa sisi:

1. Dalil-dalil syar'i

Surat at thur 35 

اَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ اَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَۗ

35. Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?

Ayat ini adalah bantahan atas pemikiran mereka dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam ayat tersebut akan meruntuhkan argumen mereka.

Keberadaan sesuatu tidak lepas dari 3 hal:

A. Mereka tercipta tanpa asal-usul

Dan ini sangat mustahil dan tidak masuk akal. 

B. Mereka menciptakan diri mereka sendiri

Maka ini pun mustahil dan tidak masuk akal. 

C. Jika 2 hal diatas mustahil maka bisa dipastikan bahwa hal ke-3 inilah yang benar yaitu mereka diciptakan oleh sang Pencipta(Allah). 


2. Dalil fitroh

 

Allah berfirman dalam surat ar rum ayat 30

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. 

Semua manusia diciptakan diatas fitroh, fitroh manusia yang masih suci dan belum terkontaminasi dengan pemikiran apapun akan mengakui keberadaan Tuhan yang mengatur semua kehidupan di alam semesta.


Penulis

Nama: Raja Asyad Vatanen

Prodi: Hukum Keluarga Islam

STDI Imam Syafi'i Jember

Jumat, 16 Juni 2023

LGBTQ Penyimpangan Fitrah dan Cara Melindungi Keluarga dari Bahanyanya

LGBTQ Penyimpangan Fitrah dan Cara Melindungi Keluarga dari Bahanyanya


Akhir-akhir ini banyak kita temui penyimpangan seksual di tengah masyarakat dunia, bahkan tidak sedikit dari kaum muslimin yang terpapar penyimpangan ini, dimana sebagian orang menganggap bahwa ini adalah hal yang normal, ini adalah bagian dari hak asasi manusia, sehingga hal ini mudah untuk muncul di publik dan menjangkiti masyarakat terlebih lagi kaum muslimin.


Muncullah sebuah pertanyaan di tengah masyarakat, apakah LGBTQ merupakan penyimpangan yang harus dimusnahkan ataukah dia bagian dari hak asasi manusia yang harus dilindungi ?.


Allah Subhana Wa Ta'ala telah menciptakan manusia berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman-Nya  dalam surah An-Najm ayat 45 :


وَاَنَّهٗ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰى 


"dan sesungguhnya Dialah yang men-ciptakan pasangan laki-laki dan perempuan"


di ayat ini Allah Subhana Wa Ta'ala menciptakan manusia dengan dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, dan dari dua jenis inilah yang dijadikan berpasang-pasangan sesuai fitrahnya antara laki-laki dan perempuan, Allah sama sekali tidak pernah menciptakan jenis gender yang ketiga atau mempasangkan antara laki-laki dengan laki-laki, atau perempuan dengan perempuan. Dan tentu ini menyelisihi fitrah yang telah Allah tetapkan. tidak hanya itu, selain menyelesihi fitrah dari penciptaan manusia, perbuatan Sodom/Gay juga merupakan bentuk melampaui batas, sebagaimana firman Allah Azza Wa Jalla dalam surah Al A'raf ayat 81 :


إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ


"Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas."


disini Allah Azza Wa Jalla mensifati perbuatan kaum Nabi luth yaitu Gay/Sodom sebagai sebuah perbuatan yang melampaui batas.


Disamping itu, perbuatan Gay atau LGBTQ merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah Azza Wa Jalla, sebagaimana termaktub di dalam hadist Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda :  


لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، ثَلاثًا


“Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali ”.


Allah Azza Wa Jalla melaknat orang-orang gay atau mereka yang melakukan perbuatan sodom sebagaimana perbuatan kaum nabi luth dengan tiga kali laknat yang terulang, ini menunjukkan penekanan bahwa perbuatan mereka merupakan perbuatan yang sangat keji dan dibenci oleh Allah Azza Wa Jalla.


Masih sangat banyak dalil-dalil senada yang menunjukkan buruknya dan kejinya perbuatan Gay atau LGBTQ, dan sama sekali tidak kita temukan kebaikan didalamnya sekalipun sedikit, justru perbuatan ini dapat membahayakan dan menghancurkan sebuah keluarga di tengah masyarakat, terlebih-lebih lagi di kalangan kaum muslimin.


Kemudian saat ini datanglah orang-orang liberal yang mendukung perilaku penyimpangan seksual ini dengan mengatasnamakan HAM (Hak Asasi Manusia), bahkan mereka dengan terang-terangan turun kejalan sembari membawa atribut-atribut LGBTQ untuk mengkampanyekan dan mencari dukungan atau simpatisan dari penyimpangan seksual mereka, sungguh ini sangat jauh dari kata HAM, bahkan mereka sebenarnya melanggar HAM itu sendiri, karena dengan perbuatan itu mereka bisa mengakibatkan rusaknya sebuah keluarga, hilangnya sebuah keturunan, rusaknya sebuah generasi dan runtuhnya sebuah peradaban masyarakat yang bermoral.


Sebagai keluarga muslim, maka kita wajib untuk mengambil peran dalam membentengi keluarga kita dari penyimpangan-penyimpangan seksual dengan beberapa cara berikut :


1. Menanamkan ilmu agama yang baik kepada anak sejak dini, karena penyimpangan seksual paling banyak menyebar pada anak usia di bawah umur.


2. Mengajarkan tentang fitrah mereka sejak dini, baik sebagai laki-laki atau sebagai perempuan, serta mengajarkan batasan-batasan di antara keduanya.


3. Membangun komunikasi yang baik kepada anak, karena dengan ini anak akan lebih mudah terbuka kepada orangtuanya sehingga diharapkan orang tua bisa memahami dan mengetahui masalah apa yang dihadapi anak.


4. Senantiasa mengawasi lingkungan pergaulan anak, karena biasanya penyakit LGBT menyebar dari lingkungan-lingkungan sekitar anak.


5. Perbanyak doa untuk anak dan keluarga sebagaimana doa Nabi Ibrahim kepada anak beliau : 


رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ


"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku."


kita dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku LGBTQ merupakan perilaku yang menyelisihi fitrah manusia, melanggar aturan syariat islam dan juga melanggar norma-norma sosial yang berlaku di tengah masyarakat, semoga Allah menjaga kita dan keluarga kita dari keburukan-keburukan kaum LGBTQ


Allahu A'lam 

Penulis : Anjas Saputra

Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam STDI Imam Syafi'i Jember


Rabu, 02 November 2022

Memahami  Tawasul dan Bahaya Jimat

Memahami Tawasul dan Bahaya Jimat

 

Hadirilah Kajian Islam Ilmiah Ahlussunnah Wal Jama'ah


InsyaAllah,

Session 1 ------------------

Hari/Tanggal : Sabtu Malam Ahad, 5 Nopember 2022 

Tema : Memahami Tawassul

Pukul : 18.00 Wita [Ba’da Maghrib] - Selesai


Session 2 ------------------

Hari/Tanggal : Ahad (Subuh), 6  Nopember  2022 

Tema :Bahaya Jimat

Ba'da Subuh - Selesai


Bersama :

Ustadz Muhammad Husaini, Lc 

Hafidzhahullah


Bertempat di : 

Musholla Hajjah Fatimah Samhah Kotabaru

Jl. Hidayah Blok B RT. 13 Desa Semayap  

Kec. Pulau Laut Utara Kab. Kotabaru

.

Terbuka Untuk Umum

( Muslim & Muslimah )


Tetap Mentaati/Menjaga Protokol Kesehatan

Ikhlaskan Niat

Jangan Lupa Mencatat Ilmu

Ajak Teman dan Keluarga

Siapkan Infaq Terbaik

Sabtu, 29 Oktober 2022

Kajian Kitab Lumatul I'tiqad dan Bulughul Maram (Bab Adab)

Kajian Kitab Lumatul I'tiqad dan Bulughul Maram (Bab Adab)



Bismillaah

.
Undangan Tholabul Ilmi
.
Pembahasan Kitab
1. Lumatul I’tiqad waktu Ba’ada Maghrib – Selesai
2. Bulughul Maram (Bab Adab) waktu Ba’da Isya – Selesai
.
Hari Sabtu malam Ahad 29 Oktober 2022
.
Insyaallah bersama Ustadz Sadam Husein
.
Musholla Hajjah Fatimah Samhah Kotabaru
Jl. Hidayah Blok B RT. 13 Desa Semayap Kotabaru.
.
Barokallahufiikum

Sabtu, 30 April 2022

Kajian Akhir Ramadhan 1443 H

Kajian Akhir Ramadhan 1443 H


Alhamdulillaah, insyaallah akan dilaksanakan kajian akhir Ramadhan 1443H bersama Ustadz Prof. Dr. Meilana Dharma Putra, S.T, M.Sc, Ph.D, dengan tema Renung Akhir Ramadhan.

Ustadz Meilana adalah Mudir Mahad Bakkah Martapura dan merupakan Guru Besar FT ULM. Beliau akan menjadi Pemateri sekaligus Imam Tarawih dan Witir pada Malam ini Sabtu, 30 April 2022 bertepartan dengan 29 Ramadhan 1443 H di Musholla Hajjah Fatimah Samhah Kotabaru.

Kajian ini terbuka untuk umum muslimin dan muslimah, Semoga Allah Ta'ala mudahkan untuk bisa berhadir.